Coba sekali lagi perhatikan gaya kepemimpinan Anda. Apakah cara Anda memimpin anak buah kurang lebih seperti cara atasan Anda memimpin Anda? Ataukah Anda memimpin mereka dengan cara Anda sendiri? Kebanyakan orang sih, memimpin dengan cara yang nyaris mirip seperti para atasan mereka. Karena setiap pemimpin adalah produk yang dihasilkan dari proses pengkaderan oleh atasannya, dengan gaya dan cara mereka. Maka wajar jika cara pemimpin baru memimpin itu mirip dengan cara para pemimpin sebelumnya. Anda melihat fenomena yang sama?
“Enak banget kali kalau boss saya seperti itu Pak!” begitu yang cukup sering saya dengar orang katakan. Khususnya di kelas training leaderhip yang saya fasilitasi. Hal itu merujuk kepada apa yang sepatutnya dilakukan oleh seorang leader. Yaa… namanya training leadership, maka seyogyanya peserta belajar untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan lama yang buruk dengan kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih baik dalam memimpin anak buahnya kan?
Masalahnya, banyak yang melihat bahwa boss-boss besar mereka justru berperilaku yang tidak semestinya. Itu menurut mereka loh ya. Misalnya saja; memaki anak buah. Atau tidak peduli pada pengembangan anak buahnya. Menyalahkan anak buah untuk suatu kondisi yang tidak disukainya. Yang penting bagi mereka, hasil doang. Nggak ada hal lain yang dipedulikannya selain hasil itu.
Maka ketika praktek-praktek memimpin yang lebih baik ditawarkan, mereka menggunakan kenyataan saat ini dikantornya sebagai referensi. Sebenarnya, justru bagus jika menggunakan kondisi aktual sebagai referensi. Artinya kan memang ada sesuatu yang mesti kita perbaiki dalam pola dan cara kita memimpin. Namun, jika kondisi aktual itu dijadikan alasan untuk tidak mengubah cara memimpin kita agar bisa lebih baik dari itu, maka itu artinya kita menjadikan diri kita sendiri sebagai bagian dari pola dan proses memimpin yang buruk itu.
Perhatikanlah scenario ini. Mr. A masuk ke sebuah perusahaan sebagai seorang staff. Maka Mr. A mendapatkan perlakuan tertentu dari atasannya. Atasan Mr. A mendapatkan perlakuan tertentu dari atasannya lagi. Dan para atasan itu mendapatkan perlakuan tertentu dari boss besar. Suatu saat, Mr. A mendapatkan promosi. Sehingga sekarang dia mempunyai anak buah. Ketika pertama kali memimpin anak buahnya, Mr. A langsung ‘beraksi’, tanpa melalui proses pelatihan atau pembekalan yang memadai. Mr. A bingung; ‘mesti gimana nih memimpin anak buah saya?’
Menurut pendapat Anda, bagaimana Mr. A menemukan cara memimpin anak buahnya? Tepat sekali. Dengan meniru cara para atasan itu dalam memimpin dirinya selama ini. Jika para staff terbaik dipromosi untuk menjadi leader lini-pertama dipromosi, lalu harus langsung memimpin anak buah tanpa dibekali ilmu memimpin. Maka masuk akal, jika dia memimpin dengan cara meniru. Betul ya?
Ketika atasannya memaki, maka Mr. A memahami bahwa memaki adalah cara yang efektif untuk menunjukkan siapa boss-nya. Maka iapun memaki anak buahnya. Ketika atasannya hanya peduli pada angka-angka, Mr.A pun tahu bahwa ‘kalau angka sudah bagus, maka hal lainnya menjadi tidak penting lagi’. Ketika atasannya melakukan apapun, maka Mr A belajar bahwa begitulah cara memimpin ‘yang semestinya’. Dan, dia pun mewarisi cara para atasannya memimpin anak buah.
Bisakah Anda membayangkan bahwa budaya dan cara memimpin itu diwariskan secara turun temurun seperti itu? Andai saja di perusahaan itu sudah terbangun budaya memimpin yang bagus. Maka para leader baru dengan sendirinya akan belajar cara memimpin yang bagus. Tapi mari bayangkan. Seandainya di perusahaan itu budaya memimpinnya buruk. Hampir bisa dipastikan jika para leader baru akan disodori dengan contoh-contoh buruk perilaku kepemimpinan. Padahal, mereka yang masih baru ini kelak akan menjadi senior yang juga akan mendemonstrasikan cara memimpin yang buruk itu dihadapan para leader junior berikutnya.
Pertanyaan saya; Apakah Anda termasuk leader yang dibentuk dari proses mencontoh para senior seperti itu? Ataukah Anda mempelajari ilmu dan keterampilan kepemimpinan di tempat khusus yang memungkinkan Anda terbebas dari pengaruh praktek-praktek memimpin para senior Anda yang belum tentu tepat? Jika Anda seperti kebanyakan leader muda lainnya, apakah di perusahaan Anda para leader lebih banyak menerapkan praktek-praktek kepemimpinan yang baik atau yang buruk?
Inilah yang saya maksudkan dengan mata rantai kepemimpinan. Mata rantai itu akan menjadi baik, jika di perusahaan sudah diterapkan cara-cara dan perilaku memimpin yang baik. Namun, mata rantai itu akan menjadi buruk. Jika perusahaan masih didominasi oleh pemimpin-pemimpin yang berperilaku buruk. Menurut pendapat Anda, mana yang lebih banyak; perusahaan dengan leader behavior yang sudah baik? Ataukah yang masih buruk?
Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menilainya. Tengok saja, bagaimana pandangan para karyawan terhadap para pemimpin di perusahaan. Tengok pula apakah mereka senang berdekatan dengan atasannya atau kepingin berada jauh-jauh dari mereka. Ditoilet, apakah mereka lebih banyak membicarakan kebaikan atasannya atau keburukan mereka. Di warung kopi, mereka lebih banyak menceritakan hal-hal yang positif atau negatif. Dari cara sederhana itu saja kita bisa mengetahui; seberapa baiknya leader behavior disana.
Seperti sahabat-sahabat saya itu. Mereka melihat jurang yang lebar antara nilai-nilai yang mereka pelajari dikelas training dengan kenyataan yang dilihatnya dari para atasan dan boss besar mereka. Cukup sering saya dengar mereka berkelakar; ”Kang Dadang harusnya ngasih training kepada para boss itu juga dong kang….” katanya.
Saya mengingatkan mereka bahwa kelas training ini bukanlah untuk menggunjingkan cara memimpin orang lain diluar sana. Melainkan untuk mengindahkan cara memimpin kita. Tak seorang pun yang bisa mengubah cara memimpin orang lain. Namun kita, bisa dan selalu bisa untuk mengubah dan memperbaiki cara kita memimpin anak buah kita. Maka, fokus kepada apa yang bisa kita perbaiki dari diri kita sendiri lebih baik daripada menghakimi orang lain kan ya?
Dan jika Anda termasuk boss besar yang di-curcol-in oleh para middle leaders itu; maka, tulisan ini juga berlaku buat Anda. Mari introspeksi. Lalu memperbaiki diri. Oh, Anda punya boss yang lebih besar lagi? Mari untuk tidak mencampuri cara beliau memimpin yang kurang pas. Kita perbaiki diri kita sendiri terlebih dahulu saja kan ya. Can we get back to the laptop? Yes ya.
Mungkin kita tidak melihat teladan dari para permimpin yang lebih senior dari kita. Namun, kita tidak perlu menyalahkan mereka. Karena boleh jadi, dimasa lalu cara memimpin seperti itu memang diperlukan untuk membuat perusahaan ini bertahan dan berkembang. Cara memimpin mereka cocok. Walau hanya untuk kondisi dimasa lalu.
Tetapi kita, memimpin dimasa sekarang. Jadi, justru tidak cocok jika sekarang kita menerapkan cara memimpin yang cocoknya dimasa lalu kan? Makanya kita mesti belajar dan mempraktekkan cara memimpin yang lebih cocok dengan zaman ini tanpa menyalahkan para senior kita.
Para senior kita itu, pemimpin dari masa lalu yang masa tugasnya membentang panjang hingga pada masa kita sekarang. Sedangkan kita, adalah para pemimpin yang dibentuk sekarang; untuk memimpin dimasa depan. Jadi, sudah sewajarnya jika kita belajar lebih banyak dan lebih baik dari mereka, bukan?
Kalau boleh dibuat perumpamaan, seperti pasangan capres dan cawapres deh. Capresnya udah senior, kaya pengalaman. Cawapresnya mesti yang muda. Kaya dengan kecerdasan. Begitu kaidah yang berlaku dalam kepemimpinan. Kalau capres dan cawapresnya sama-sama senior, apalagi usianya sudah sepuh begitu. Apa yang bisa diharapkan untuk kesinambungan tampuk kepemimpinan dimasa depan? Begitu cara akal sehat bekerja. Anda punya akal sehat tentunya kan?
Para pemimpin senior kita, mungkin sudah enggan untuk mempelajari hal baru. Namun itu masih bisa dimaklumi karena mereka akan berhenti dizaman kita. Sedangkan kita, tidak bisa memimpin dengan hanya menggunakan apa yang kita lihat dari cara mereka memimpin kita. Karena, kita akan memimpin generasi-generasi dizaman baru lainnya.
Kita akan memimpin dalam dunia baru. Dalam tantangan yang baru. Yang membutuhkan cara baru dalam cara kita menjalankan amanah kepemimpinan ini. Dengan begitu, kita bisa memutuskan mata rantai kepempinan yang buruk yang selama ini kita saksikan dan rasakan. Dan kita, bisa menyambung mata rantai itu dengan pola-pola memimpin yang lebih baik.
NB: Untuk membangun Team yang berkinerja tinggi itu membutuhkan seni kepemimpinan yang mumpuni. Saya punya Training “BUILDING HIGH PERFORMING TEAM” terkait subyek itu. Hubungi 0812-1989-9737 atau dkadarusman@yahoo.com
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman
Change Matter Learning Partner
https://www.dadangkadarusman.com
Silakan teruskan kepada orang lain jika Anda nilai artikel ini bermanfaat. Dan tetaplah mengingat bahwa; Anda tidak perlu mengklaim sesuatu yang bukan karya tulis Anda sendiri. Meskipun Anda sudah berbuat baik, namun Tuhan; belum tentu suka tindakan itu (Natin & The Cubicle).
Catatan kaki:
Kebanyakan klien pelatihan saya adalah pelanggan lama yang sebelumnya pernah mengundang saya. Atau pelanggan baru yang mendapatkan rekomendasi dari klien lainnya. Ada juga yang PIC-nya pindah ke perusahaan lain, lalu mereka ‘membawa’ saya ke kantor barunya…. Thank you all!
Jika Anda ingin mendapatkan update article saya via WA silakan bergabung dengan Group WA “Dekadarus And Friends” di nomor : 0812-19899-737. Sebutkan (1) Nama dan tulis (2) “Dekadarus And Friends Group”. Agustus 2015. Jumlah member terbatas.
Kesibukan sering tidak memungkinkan saya untuk posting artikel di berbagai milist. Jadi saya prioritaskan di milist pribadi yang bisa diupdate melalui gadget. Jika Anda ingin mendapatkan kiriman artikel “L (=Leadership)” secara rutin sebaiknya bergabung disini: http://finance.groups.yahoo.com/group/NatIn/
Disclaimer:
Saya tidak selalu mampu merespon balik komentar atau sanggahan atas tulisan ini. Karena berbagai keterbatasan yang ada pada saya. Terimakasih atas pengertiannya.
Gambar:RussellReynoldsAssociates