Beberapa waktu lalu saya diminta beberapa mahasiswa untuk menulis artikel yang pas untuk kalangan mahasiswa. Sebagai responnya maka saya sajikan sebuah makalah yang pernah saya bawakan dalam kuliah umum di beberapa perguruan tinggi. Setelah membacanya kembali, saya bertanya dalam hati; apakah makalah ini hanya cocok untuk mahasiswa? Ternyata, secara mendasar makalah ini cocok juga untuk mereka yang sudah bukan mahasiswa lagi.
Tema: MERANCANG MASA DEPAN DENGAN METODE MINUS DUA TAMBAH TIGA
Setelah menyelesaikan kuliah, Anda mau kemana?
Banyak orang yang masih belum berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Padahal, hal itu sangat penting bagi kita. Jika kita belum memiliki rencana yang jelas, maka sudah saatnya untuk belajar merancang masa depan kita sendiri. Mengapa harus kita sendiri yang melakukannya? Karena tidak ada orang lain yang lebih berkepentingan terhadap masa depan kita selain diri kita sendiri.
Banyak mahasiswa yang menganggap bahwa kampusnya atau dosennya tidak cukup membantu. Sehingga mereka menyalahkan kampusnya jika setelah selesai kuliah tidak tahu harus melakukan apa. Satu hal perlu kita ingat, bahwa orang lain boleh melakukan atau tidak melakukan sesuatu bagi kita. Tapi, kita wajib melakukannya. Hal itu merupakan salah satu ciri bahwa kita bertanggungjawab kepada diri sendiri. Jika kita sendiri saja tidak peduli kepada masa depan kita, mengapa kampus atau orang lain harus peduli? Jadi, mulailah dengan dirimu sendiri.
Bagaimana caranya? Ini pertanyaan yang bagus. Karena dengan pertanyaan ini kita tertantang untuk mencari jawabannya. Dalam program ini saya akan mengajak Anda untuk mengenal metode “Minus Dua Tambah Tiga”. Pernah mendengar metode itu sebelumnya? Mari kita bahas satu persatu.
Minus dua. Ini berarti bahwa ada dua hal yang harus Anda buang jauh-jauh dari dalam diri Anda. Apakah kedua hal itu? Pertama, Inferiority Complex. Dan kedua Superiority Complex. Mengapa kita harus membuang kedua sifat itu? Karena baik inferiority complex, maupun superiority complex, keduanya sama-sama jelex. Artinya, bukan sikap yang layak kita pelihara. Kita tidak pantas untuk menjadikan keduanya sebagai bagian dari diri kita. Dengan inferiority complex, kita hanya akan menjadi pecundang yang tak terkalahkan. Alias pecundang nomor wahid. Sebab, sebelum bertandingpun kita sudah menyerah kalah. Sebelum mencoba sekalipun, kita sudah merasa gagal. Sayangnya, sikap ini sudah berhasil memakan banyak korban. Begitu banyak orang potensial dan berbakat hebat tetapi tidak menghasilkan pencapaian apa-apa dalam hidup mereka, hanya gara-gara terjangkit virus inferiority complex.
Inferiority complex menjadikan seseorang merasa bahwa dirinya kurang penting, kurang berharga, atau kurang pandai dibandingkan dengan orang lainnya. Dan karenanya, orang seperti ini selalu bersikap pesimistis. Lantas memberi dirinya sendiri label sebagai orang yang tidak pantas untuk menerima suatu keadaan yang baik. Perilaku nyata yang muncul dipermukaan adalah sifat yang kita sebut sebagai rendah diri.
Begitu pula halnya dengan superiority complex. Dia menjadikan seseorang mengira bahwa dirinya lebih baik dan lebih penting dibandingkan dengan orang lain. Dan karenanya, orang itu menjadi besar kepala dan arogan. Terlampau percaya diri. Dan memandang rendah orang lain. Tidak ada salahnya jika kita mempunyai rasa percaya diri tinggi. Justru hal itu bisa menjadi nilai penentu competitiveness kita. Tetapi, jika kepercayadirian itu akhirnya membutakan mata hati kita, sehingga kita menjadi begitu angkuh, arogan, sombong, adigung adiguna; maka sesungguhnya kita, telah terseret kedalam comberan superiority complex.
Tambah Tiga. Artinya, kita harus menambahkan tiga hal kedalam diri kita. Apa saja ketiga hal itu? Pertama, Knowledge. Kedua Skill. Dan ketiga Attitude.
Knowledge, alias ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya, setiap proses rekrutmen mempersyaratkan standar pendidikan tertentu untuk setiap posisi yang akan diisi. Ijazah sedikit banyak memberikan gambaran apakah kita mempunyai standard pengetahuan yang memadai untuk pekerjaan yang kita lamar atau tidak. Jika kita memenuhi syarat pengetahuan yang ditetapkan, kita bisa memasuki tahap selanjutnya.
Skill, alias keterampilan. Jika kita lulusan sebuah sekolah yang memiliki reputasi tinggi, tetapi skill kita sangat rendah dan kalah jauh dari orang lain yang lulusan sekolah biasa saja, maka nilai kita berada dibawahnya. Sehingga, wajar jika perusahaan lebih memilih orang lain daripada kita.
Attitude, alias sikap. Cukup banyak yang mengeluhkan sikap orang-orang yang merasa dirinya hebat. Mereka mengira bahwa dengan ijasah dari perguruan tinggi kelas atas bisa menembus segala-galanya. Malah sebaliknya, sikap buruk seringkali menjatuhkan nilai orang-orang cerdas dan berbakat. Artinya, perusahaan sama sekali tidak tertarik kepada orang pintar yang attitude-nya buruk. Oleh karena itu, orang yang attitudenya lebih baik, lebih disukai daripada orang cerdas yang sikapnya buruk. Jika hal itu terjadi dalam sebuah proses penerimaan karyawan, siapa menurut pendapat anda yang akan mendapatkan kesempatan?
Ada yang kurang Anda pahami dari uraian ini?
Kita akan mendiskusikannya dalam kuliah umum kita. Silakan siapkan pertanyaan atau hal-hal yang ingin Anda diskusikan.
Mari Berbagi Semangat!
Dadang Kadarusman
Catatan Kaki:
Seminar sehubungan dengan makalah ini telah dibawakan dihadapan para Mahasiswa di beberapa Perguruan Tinggi antara lain Universitas Pakuan Bogor, Universitas Diponegoro Semarang, dan Universitas Al-Azhar Jakarta
Gambar: mbooh.wp.com
Salam Sejahtera!
Hi Pak Dadang. Terima Kasih banyak untuk artikel yang bagus sekali dan memberikan banyak inspirasi kepada saya dalam menentukan masa depan sendiri.
Saya ingin menanyakan kepada Pak Dadang, apakah ada cara atau suatu sistem yang baik untuk menangani masalah Inferiority complex yang ada di dalam diri saya tanpa harus terseret ke dalam Superiority complex karena saya tidak tahu bagaimana mengembangkan rasa percaya diri sendiri, tanpa harus menjadi orang yang besar kepala/arogan dan dimana garis/level kepercayaan diri yang baik yang bisa diterima oleh masyarakat termasuk keluarga, kolega, teman dan orang banyak. Kedua, bagaimana merubah sikap seseorang yang menurut perusahaan adalah negatif/buruk dan apa contoh-contoh dari sikap tersebut yang harus dihindari oleh karyawan sehingga bisa mendapatkan kepercayaan dari perusahaannya.
Terima Kasih banyak untuk bantuan dan perhatiannya. Best Regards, Hartono.
Salam Sejahtera,
Terima kasih kepada Pak Dadang untuk artikel yang sangat memberikan banyak masukan dan inspirasi ke pada saya. Dengan kesempatan yang baik ini, saya ingin mengajukan 2 pertanyaan kepada Bapak. Pertama, apakah ada cara atau sistem yang efektif untuk menangani masalah Inferiority complex yang ada di dalam diri saya tanpa harus terseret ke dalam Superiority complex karena saya tidak tahu bagaimana mengembangkan rasa percaya diri dan menghindari menjadi orang yang besar kepala/arogan dan dimana garis/level kepercayaan diri yang baik yang bisa diterima oleh masyarakat termasuk keluarga, kolega, teman dan orang banyak? Kedua, bagaimana caranya merubah attitude yang buruk dalam diri seseorang yang tidak disukai oleh perusahaan dan apa ciri-ciri dari attidue yang baik buat perusahaan? Terima kasih banyak untuk bantuan dan perhatiaan dari Pak Dadang. Best Regards, Hartono.
Hi Pak Hartono. Untuk menangani masalah inferiority complex Bapak bisa mulai dengan keyakinan diri (self esteem), diteruskan dengan pengembangan diri (personal development), dan kerendahan hati (humbleness).
deskripsinya sangat okey sekali mudah mudahan membawa manfaat bagi kita semua, hayo teman teman buka situs Dadang Kadarusman (DEKA)
patut dijadikan bahan acuan dalam mengajar mahasiswa. terkadang bnyak doesn yg tidak memahami hal ini.