Saya pernah dengar orang bilang; jangan menjual ke saudara, bayarnya susah. Dan jangan menjual kepada teman, nawarnya edan edanan.
Menurut hemat saya, dalam berdagang kita tidak perlu prejudis seperti itu. Saudara, teman, dan orang lain; sama saja. Mereka adalah potensial buyer kita. Tawarkan saja. Soal nawar, ya wajar. Tinggal hitung saja berapa harga terendah yang bisa kita terima. Kasih saja, kenapa tidak?
Misal. Setelah menghitung ongkos produksi termasuk bahan baku, tenaga, dan hal lainnya Anda ketemu angka 100 ribu. Lalu Anda menetapkan harga jual 150 ribu misalnya. Berapa harga paling rendah yang bisa Anda terima? Pada masa awal usaha, ditawar 110 ribu pun jual saja. Masih ada laba. Dan katakan, “Ini, harga perkenalan ya…” Kalau dia sudah tahu produk Anda worth it, kan bakal beli lagi. Anda, boleh pasang harga standarnya sekarang. Bagus kan?
Bagaimana kalau dia menawar 90 ribu? Rugi dong? Dijual nggak? Jika Anda tanyakan itu, maka kemungkinan besar Anda akan mendapat nasihat; “Bodo banget. Itu dagang apa amal?” Anda menolaknya. Dan kemudian Anda menilainya sebagai pelanggan yang tak menghargai usaha Anda. Dan karena yang suka nawar edan-edanan itu teman dan keluarga, maka dibenak Anda; keluarga dan teman adalah target market terburuk diseluruh jagat raya.
Saran saya, Anda ubah cara pandang itu. Anda jual saja produk Anda dengan harga 90 yang dia kukuh pertahankan itu. Ingat, katakan;”Iya deh, ini harga perkenalan. Pembelian berikutnya, harga normal ya…”
Dih, dudung banget kamu Dang! Eh, dungu banget kamu Dang! Harga produksinya 100, kok dijual 90! Yang namanya dudung jangan tersinggung. Nggak usah baperan. Kata yang saya pakai, bukan nama orang. Tapi merujuk pada sifat manusia yang tidak bijak dalam bertindak dan menindak. Tanda butuh adanya revolusi akhlak. 100, dijual 90. Main nurunin harga seenaknya saja!
Baiklah. Saya ajak Anda melihat situasinya. Anda baru mulai usaha, dengan produk yang Anda bikin di rumah. Sudah ada pelanggan Anda? Belum. Weits jangan salah; pelanggan Anda, sudah ada. Tapi, dia baru mau menghargai produk Anda senilai 90 ribu. Tapi Anda maunya jual 150. Sudah ada yang mau beli diharga itu? Belum. Silakan pilih; produk Anda nggak laku, atau Anda punya bahan cerita ke calon pelanggan lain bahwa produk Ada sudah laku? Itu pertama.
Kedua. Sesekali pergilah ke toko parfum. Anda pasti mendapatkan semprotan gratis untuk sampel. Minimal digosok-gosok atau dicium. Bahkan produk-produk utama di supermarket yang saat ini terkenal itu, pada umumnya memulai penetrasi market dengan cara memberi sampel gratis. Lah produk Anda, ada orang yang mau bayar 90 dari modal 100. Silakan Anda pilih, mau jual perdana diangka itu. Atau diberikan sebagai sample gratis?
Ketiga. Produk yang kita buat, seringkali pada awalnya bukanlah produk terbaik kita. Masih butuh berbagai perbaikan. Rasa, tektur, desain, komposisi, keindahan, kebersihan, keamanan, dan berbagai aspek improvement lainnya. Harga 150 ribu yang Anda dambakan tadi itu, mungkin pasnya nanti; tepatnya disaat produk Anda mencapai kualitas terbaiknya. Sekarang, belum. Logis nggak kalau Anda jual 90 sambil terus diperbaiki kualitasnya? Yeeeaah…
Jadi kalau teman atau saudara nawar edan-edanan. Jual saja selama masih sanggup Anda penuhi harga penawarannya. Sambil cari pelanggan lain. Dan sambil terus memperbaiki kualitas produk Anda. Oke?.
Dang. Sodara gue maunya gratis!! Bah. Pusing kepalakuh. Niat mau nambah penghasilan. Malah tekor gak ketulungan.
Nah. Untuk soal ini. Insya Allah kita bahas dalam tulisan hari Jumat besok ya. Biar nggak kepanjangan. So stay tune. Dan doakan saya Allah kasih kekuatan untuk menulisnya.
Salam hormat.
Mari Berbagi Semangat!
DEKA – Dadang Kadarusman.
Change Matter Learning Partner
Jika Kantor Anda Membutuhkan Offline Atau Online Training. Hubungi Kami.
Artikel Sebelumnya:
Gambar dari:Nusabali