Untuk kesekian kalinya kehadapan kita diperlihatkan sebuah pelajaran berharga, lewat terjadinya bencana. Sebagian besar dari kita, ikut merasakan getarannya. Tapi, hanya sebagian kecil saja yang ikut merasakan dampak jangka panjangnya.
Sejatinya, bencana tidak menjadi sekedar apa yang kita rasakan dipermukaan. Tapi mesti menjadi pengingat tentang betapa banyaknya anugerah yang telah Allah berikan, dan kita dapatkan.
Misalnya, kita merasakan 2 atau 3 kali getaran gempa pada senin 21 november itu. Padahal menurut sumber resmi sesungguhnya, pada hari itu terjadi 15 kali gempa. Dan selama sepekan ini totalnya telah terjadi 285 kali getaran di bumi Cianjur.
Lalu kenapa, dari 285 kali itu yang kita rasakan hanya 2 atau 3 kali saja. Tak bisa dibayangkan bagaimana panik dan kalutnya perasaan saudara-saudara kita di dekat pusat terjadinya. Mereka mengalami begitu berat cobaan. Sedangkan kita? Hanya sepersekian persen saja hingga nyaris mendekati skor nol. Hampir tidak berasa kecuali sekedar getaran sesaat tak signifikan. Bukankah itu anugerah yang tak ternilai ya?
Ada lebih dari 63 ribu rumah yang hancur dalam hitungan menit. Hampir seratus ribu orang tiba-tiba kehilangan tempat tinggalnya dalam sekejap mata saja. Kita? Bukankah atas anugerahnya tempat tinggal kita masih utuh?
Mungkin, diantara kita pun ada yang pernah dan tengah bersedih karena kehilangan rumah. Tapi, mereka yang diwilayah terdampak bencana itu kehilangan rumah dengan cara paksa dan menderita. Sedangkan kebanyakan kita, kehilangan rumah dengan memperoleh kompensasi atau nilai tukar sesuai hasil negosiasi. Kita tidak kehilangan rumah itu. Kita, hanya menukarnya saja dengan bentuk kepemilikan lain. Bukankah itu anugerah yang sangat berlimpah?
Dalam proses evakuasi selama 7 hari, telah ditemukan lebih dari 300 jenazah. Itu pun mungkin akan terus bertambah. Bagi mereka yang menjadi korban; tak ada salam perpisahan. Tak ada acara pamitan. Tak pula bisa melakukan persiapan. Jiwa dan nyawa pergi begitu saja. Sedangkan kita? Masih bisa menikmati sarapan pagi, bekerja dan berbelanja, bahkan bergembira ria. Kita masih diberi hidup. Bukankah itu anugerah yang takkan mungkin rela ditukar dengan apapun?
Jadi, apa sebenarnya pesan Ilahi yang terselip dalam setiap musibah? Kita, masih diberi penangguhan. Untuk tujuan apa? Penangguhan agar bisa belajar lebih bersyukur. Penangguhan agar sempat bertaubat. Penangguhan, supaya lebih banyak beribadah dan bermuamalah.
Kita, sudah berulang kali diberi penangguhan itu. Lalu, maukah kita; memenuhi tujuan diberikannya semua anugerah itu? Insya Allah. Bismillah.
NB: Menderita nyeri tumit dan telapak kaki? GUAVANESTA bisa menjadi alternatif solusinya.
Salam hormat.
Mari Berbagi Semangat!
Deka Dadang Kadarusman
Artikel sebelumnya:
Disclaimer:
Saya tidak selalu mampu merespon balik komentar atau sanggahan atas tulisan ini. Karena berbagai keterbatasan yang ada pada saya. Terimakasih atas pengertiannya.
Gambar dari:
